Setelah membaca berita tentang seorang remaja yang tega membunuh orang tuanya karena dipaksa untuk sesukses mereka, aku jadi merenung. Meskipun aku belum pernah menjadi orang tua, aku bisa memahami bagaimana rasanya memiliki orang tua yang berpikir bahwa satu-satunya warisan yang bisa mereka berikan adalah pendidikan yang baik. Aku juga tahu bagaimana rasanya memiliki orang tua yang berprinsip, “Anakku harus lebih baik dari aku.”
Jika dilihat dari sisi positifnya, orang tua dengan pola pikir seperti ini cenderung akan mengarahkan dan memberikan segala sumber daya yang diperlukan agar anak mereka bisa terus berkembang. Namun, sisi buruknya adalah ambisi yang berlebihan sering kali membuat anak merasa bahwa mereka tidak pernah cukup baik di mata orang tua mereka.
Terkadang, niat orang tua untuk melihat anak-anak mereka sukses justru bisa membebani, apalagi jika terlalu fokus pada hasil—seperti nilai atau prestasi—tanpa menghargai proses dan usaha yang dilalui anak. Bagiku, nilai yang baik adalah “output” yang dihasilkan dari “input” yang baik. Input tersebut berupa semangat belajar, kemampuan mengatasi rasa takut, kerja keras, dan kejujuran, karena nilai yang baik tidak ada artinya jika kita menyontek. Sebagian besar dari kita pasti setuju bahwa ketika seseorang gagal, mereka tidak hanya membutuhkan koreksi dan kritik, tetapi juga pengakuan terhadap usaha mereka. Begitu pula saat berhasil, ucapan selamat bisa sangat berarti untuk memperkuat usaha mereka.
Ketika nilai dan prestasi bukan lagi satu-satunya ukuran, kegagalan mungkin terasa biasa bagi anak karena ada harapan untuk mencoba lagi. Namun, bagaimana dengan semangat mereka yang perlahan terkikis karena ketidakadilan—kurangnya apresiasi terhadap usaha yang telah mereka lakukan dengan penuh ketulusan? Saat semangat itu padam, bukan hanya motivasi yang hilang, tetapi juga rasa percaya diri, harga diri, dan kebanggaan atas perjuangan mereka. Jika hati seorang anak mulai terperangkap dalam rasa kecewa, bagaimana kita, sebagai orang dewasa, bisa mempertanggungjawabkan hilangnya mimpi-mimpi yang seharusnya menjadi pilar masa depan mereka? Dan lebih penting lagi, bagaimana kita dapat membantu mereka menemukan kembali keberanian dan harapan untuk bangkit, agar nyala kecil dalam jiwa mereka tak pernah benar-benar padam?
"Gagal itu seperti jatuh ke dalam rawa, karena meskipun hampir lulus, kita terus berjuang dan tidak bisa menyerah. Jika diteruskan, kita tidak yakin bisa lulus, tetapi jika menyerah, semua usaha kita selama ini akan sia-sia. Siapa yang peduli jika kita berjuang berkali-kali? Usaha kita baru akan diakui saat kita berhasil."
Kutipan ini aku ambil dari cuplikan drama Daily Dose of Sunshine. Meskipun ini hanya sebuah tulisan, aku berharap banyak orang tua muda yang bisa menyadari bahwa usaha dan perjuangan yang dilakukan anak—meskipun tidak langsung menghasilkan prestasi yang terlihat—adalah sesuatu yang sangat berharga. Apresiasi terhadap setiap langkah kecil yang diambil akan memberi anak kekuatan untuk terus berusaha, belajar, dan berkembang.
Komentar
Posting Komentar
Tulis komentar yang sopan yah :D, jangan menghina lho..!!