Langsung ke konten utama

Quarter Life Crisis : Wanita Karier atau Ibu Rumah Tangga (IRT)?


 HALOIBU - Working Mom atau Stay At Home Mom?
        
    Seringkan kita mendengar paradigma di masyarakat mengenai keharusan seorang wanita berkarier dengan alasan seperti: "Jadi perempuan itu harus mandiri secara financial, biar punya status sosial yang lebih tinggi", "Jangan bergantung sama laki-laki, suatu saat nanti mereka bisa aja seenaknya sama kamu", bahkan pernyataan seperti "Ngapain sih kuliah tinggi-tinggi kalau cuma jadi Ibu Rumah Tangga (IRT). 

    Atau kalian malah sering mendengar yang bertolak belakang misalnya saja: "Enggak usah kerja, dirumah saja kasihan anak kamu”, “Jangan egois, ngapain sih jadi wanita karier. Urusin aja keluarga kamu”, atau kalimat yang menohok dan terkesan memojokkan seperti “Wajar aja kalau keluarga kamu berantakan. Terlalu sibuk nyari uang sih”.

    Kedua pemahaman tersebut memang tidak jarang kita jumpai dilingkungan masyarakat. Mereka yang memegang salah satu prinsip tersebut, mulai saling menyalahkan dan membenarkan pemahamannya masing-masing. Lantas, apabila ditinjau dari dua sudut pandang tersebut, bagaimana seorang wanita menghadapi persoalan semacam ini?.

Untuk memudahkan pemahaman, mari kita tinjau lagi segi alasan kenapa seseorang memutuskan untuk menjadi wanita karier dan Ibu Rumah Tangga (IRT).

Pemahaman Menjadi Wanita Karier :

    Jika kita menengok kembali, kebanyakan alasan munculnya pemahaman ini, dikarenakan para Ibu Rumah Tangga (IRT) yang merasa kurang memiliki power di dalam lingkungan keluarganya. Selain itu, pengalaman buruk orang tua maupun dirinya sendiri dalam menjalani kehidupan berumah tangga (seperti suami yang berselingkuh, punya suami yang semena-mena sedangkan si istri tidak punya kekuatan untuk melawan (terjebak dalam toxic relationship atau toxic family) mengajarinya bahwa seorang wanita tetap harus memiliki kestabilan financial meskipun dengan menjadi wanita karier yang sibuk.

  Selain itu, pemahaman ini juga bisa muncul karena kebutuhan manusia yang pada dasarnya harus dipenuhi seperti: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan mendapatkan kasih sayang, bahkan kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri di lingkungan masyarakatnya (5 Level Hirarki Hierarki Kebutuhan Maslow (Maslow’s Hierarchy of Needs)). Bagi seorang wanita, kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri biasanya muncul dari tingginya kualitas kehidupan dan citra diri yang dibangun di masyarakat. Misalnya saja: prestasi yang diperoleh, kesuksesan membangun karier, bahkan kemampuannya menjaga tubuh idel dan parasnya yang awet muda. Sayangnya, wanita terkadang menganggap bahwa segala sesuatu yang sudah dicapainya semasa melajang tidak boleh dilepaskan begitu saja bahkan setelah dia membangun keluarga.

  Fenomena "kehilangan jati diri" setelah menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT) juga bisa menjadi penyebab utama seseorang menentang peran Ibu Rumah Tangga (IRT). Kenapa? Karena pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) memakan waktu 24 jam non stop (harus siap kapanpun dan dimanapun). Bahkan mengambil cuti untuk diri sendiri (me time) juga sulit dilakukan karena berbagai pertimbangan. Seorang wanita yang sudah menikah dan memutuskan menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT) biasanya mulai disibukkan dengan perannya sebagai istri dan juga seorang ibu. Wanita tersebut mengorbankan banyak hal dalam kehidupannya hanya untuk memastikan bahwa seluruh keluarganya tumbuh dengan sehat dan bahagia, makan dengan cukup, bahkan hidup dengan nyaman. Tak jarang juga nih wanita tersebut harus belajar meredam semua keinginannya untuk membeli baju, makeup, atau apapun demi kebutuhan keluarganya.

 Yang terakhir adalah mulai munculnya kesadaran akan pentingnya memiliki kestabilan financial. Sehingga dalam praktiknya suami mulai membutuhkan bantuan istri untuk menopang keuangannya. Keluarga yang sudah memiliki anak tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam membesarkan serta mendukung bakat dan minatnya. Terlebih lagi nih, semuanya akan semakin kompleks saat mereka memiliki anak dengan rentang usia yang relatif dekat.

Dari beberapa alasan diatas, kita bisa mulai mempelajari bahwa menjadi wanita karier juga tidak ada salahnya. Lantas bagaimana dengan backround dan alasan seseorang menjadi ibu rumah tangga?


Pemahaman sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) biasanya muncul karena keutamaan-keutamaan yang didapatkan seperti :

    Sebagai seorang ibu yang mengandung anak selama 9 bulan 10 hari dan melahirkannya, tentu saja ada keinginan dalam dirinya untuk dapat melihat tumbuh kembang si anak mulai dari merangkak, berjalan, bahkan berbicara. Memutuskan menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT) sepenuhnya menjadikan seorang wanita dapat lebih fokus dalam mendidik, mengembangkan, dan mengarahkan anak-anaknya dalam menjalani kehidupan. Secara psikologis juga, wanita yang tidak bekerja cenderung lebih mampu mengelola emosi dan tantrum pada anaknya.

   Selain itu, wanita yang menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT) memiliki kecenderungan untuk lebih menghormati suaminya. Kenapa? Karena disini pembagian tugasnya jelas. Suami mencari nafkah dan istri mengurus keluarga. Nah, kalau dilihat dari fenomena di Indonesia, biasanya wanita yang punya kestabilan financial dibandingkan suaminya, cenderung lebih egois saat bertengkar. Alasan utamanya karena merasa punya power dan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus bergantung pada suaminya.

   Sebagai wanita yang berpendidikan pasti haus juga akan ilmu pengetahuan. Nah inilah yang akan menuntunnya untuk mempelajari segala sesuatu dengan lebih mendalam. Point plusnya tentu selain menjadi "ahli dibidangnya", wanita tersebut akan memiliki sudut pandang yang lebih terbuka (open minded), sehingga lebih mudah berpikir kritis dan mencari solusi saat dihadapkan dengan problem rumah tangga. Jadi sebenarnya tidak benar jika memiliki pendidikan yang tinggi tapi tidak bekerja adalah hal yang sia-sia.


Dari pemaparan kedua background dan alasan tersebut, sebenarnya tidak ada yang salah dari kedua pemahaman diatas. Entah kamu memutuskan jadi ibu rumah tangga, maupun menjadi wanita karier.

Inilah 7 Pertanyaan Yang Menyengsarakan Hidupmu! | HR Excellency


Lanjut ke pertanyaan ya :D

1. Dalam mengurus anak pemahaman mana yang jauh lebih baik?
   
Jawabannya: Tergantung. Kenapa? Karena banyak sekali kita temui Ibu Rumah Tangga (IRT) yang tidak memerankan tugasnya dengan baik padahal memiliki waktu yang lebih banyak. Kebanyakan dari mereka bukannya sibuk mengurus dan mendidik anak-anaknya tapi malah melakukan hal yang sia-sia seperti ngeghibahin tetagga maupun sibuk menonton sinetron.

  Tapi jangan salah juga, ada banyak sekali wanita karier yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai melupakan tanggung jawabnya sebagai ibu. Bahkan tak jarang juga si Ibu yang stres karena pekerjaannya mulai sering melampiaskan kemarahan pada anak-anaknya 😇. Jadi sih intinya, entah apapun pilihan kamu (menjadi IRT maupun wanita karier), jadilah seorang ibu yang Mau Belajar Menjadi Orang Tua dan Berusaha Sebaik Mungkin Mengarahkan Anak-Anaknya. Penting sekali untuk menyadari bahwa orang tua tidak selalu benar, jadi dibutuhkan konsistensi belajar parenting yang tiada akhir. Sempatkan minimal 1 bulan sekali untuk melakukan evalusi pada perkembangan kemampuan kognitif maupun mental sang anak. Satu lagi, bagi para Ibu Rumah Tangga (IRT) yang memiliki kebutuhan dasar untuk dihargai dan medapatkan aktualisasi diri, jangan membebankan semuanya kepada anak. Hanya karena kamu sudah berkorban jangan memaksakan anak untuk selalu berprestasi, membandingkan dengan orang lain, selalu berperilaku baik hanya agar kamu tetap bisa eksis di lingkungan masyarakat. Perlu diingat bahwa tugas ibu adalah mengarahkan anaknya, bukan memaksakan. Kenali lebih dalam tentang anak kamu, bantu dia mengetahui kelebihan dan kekurangannya serta bagimana mengembangkan potensi dirinya. Setiap anak itu unik, tidak bisa disamakan dengan siapapun bahkan saudaranya sendiri.


 ORANG TUA JUGA PERLU MENGAJARI ANAK TENTANG PENTINGNYA MEMAHAMI DAN MENCINTAI DIRI SENDIRI UNTUK MENUMBUHKAN FOKUS DALAM KEHIDUPANNYA.

    Mendidik anak itu pada dasarnya tidak bisa hanya mengandalkan peran ibu saja. Tapi juga memerlukan peran seorang ayah. Kenapa? Karena anak yang sejak kecil dilatih untuk memahami perbedaan pendapat dan pandangan antara laki-laki dan perempuan cenderung mampu mengelola kecerdasan emosionalnya dengan lebih baik pada saat dihadapkan problem dengan lawan jenis. Dampaknya dia akan lebih mudah membentuk keluarga yang harmonis dikemudian hari.

2. Dalam hubungan keluarga (antara suami dan istri) pemahaman mana jauh lebih baik?

Jawabannya: Tergantung. Intinya sih, dalam menjalin hubungan antara suami dan istri diperlukan komunikasi dan pemahaman untuk saling memahami satu sama lain. Inilah juga alasannya kenapa kita harus menyelarasakan visi dan misi selama mengarungi bahtera rumah tangga. Selain itu, perlu juga meredam ego masing-masing dan menentukan win-win solution (hidup berkeluarga memang harus dua-duanya berkorban tidak bisa hanya salah satunya saja.

  Selain itu, berdasarkan hasil obeservasi dari pengalaman orang lain maupun buku psikologi, tidak ada pembagian tugas yang jelas adalah salah satu faktor yang menyebabkan pasangan suami istri bertengkar dan saling ngotot menunjukkan siapa yang memiliki power yang lebih besar (berperan dalam kelangsungan keluarga). Misalnya aja, istri ngeluh mulu kerja rodi dirumah, sedangkan suami ngerasa kalau dia capek nyari cuan. Oleh karena itu, dalam agama Islam munculah solusi dengan adanya ilmu tentang hak dan kewajiban suami istri. Simplenya sih ya, tinggal berusaha nerapin aja yang sudah diajarkan agama. Tapi ya kembali lagi, setiap keluarga punya problem-nya masing-masing jadi silahkan dikondisikan satu sama lain. Yang terpenting jangan melanggar syariat agama.

     Sebagai penutupnya, seorang wanita seringkali di-brainwash bahwa memiliki karier yang cemerlang dan kestabilan financial merupakan satu-satunya cara menunjukkan power agar dihargai pasangannya. Padahal kenyataannya tidak juga, jika kalian memegang peran pokok sebagai ibu dan istri, power utamanya dengan fokus menjadikan rumah sebagai tempat yang nyaman, aman, tentram, dan tenang untuk ditinggali. Jangan minder. Tidak semua wanita mampu menciptakan lingkungan keluarga yg seperti itu. Sejujurnya, artikel ini ditujukan untuk membuka pandangan kalian bahwa setiap orang punya alasan untuk memilih jalan hidupnya masing-masing. Entah menjadi ibu rumah tangga atau wanita karier semuanya adalah keputusan yg harus dihormati bersama 🤗
Yuk belajar bangun #RumahkuSurgaku :*

Oleh Ikhda Shifa, 13/08/2020
Halo semuanya kembali lagi bersama saya, "author nan cantik dan mempesona siapa lagi kalau bukan Ikhda Shifa". YEEAHH. Bagi para pembaca yang pertama kali berkunjung ke Blog ini, sekali lagi saya mengucapkan ‘SELAMAT DATANG”. Semoga semua ilmu yang saya bagikan dapat bermanfaat dan membuka sudut pandang kalian tentang kehidupan.

Komentar

  1. Semuanya tergantung masing-masing ya. Intinya, semua bertujuan baik :D

    BalasHapus
  2. Hallo kak Shifa, salam kenal ya. Saya juga ngga ngerti kenapa kalau di 062, jika perempuan mempunyai karir yang lebih bagus suka semena-mena sama sang suami. Apa mungkin karena mereka berpikirnya uang istri hanya untuk istri, sementara uang suami adalah milik bersama?. Kalau menurut saya, mungkin bimbingan sebelum menikah itu juga menerapkan konsep rumah tangga sebagai satu team. Jadi jika pun istri menjadi ibu rumah tangga, sang suami bisa memainkan peran juga terutama ketika istri butuh me time tadi.

    BalasHapus
  3. Menjadi wanita karir ataupun IRT keduanya pasti adalah pilihan yang baik selama dijalankan penuh dengan tanggungjawab dan gak berat salah satu. Saya justru selalu salut sama mereka yg mengejar karir tapi bisa balance dengan kehidupan rumah tangganya, pun dengan ibu rumah tangga yg juga mengerjakan semua pekerjaan di rumah dengan ikhlas. Sebetulnya ada yg memilih menjadi IRT namun tetap menjalankan usaha dari rumah, dan keseimbangan yg bisa dilakukan itu juga buat saya salut. Sayangnya skrg orang2 memang terlalu mengagungkan wanita karir dan merendahkan salah satu, memang cukup ironi jg karena toh banyak orang yg susah payah ingin tetap bekerja meski menikah salah satunya karena merasa tidak mendapat rasa aman dan merasa harus selalu was was kalau suatu saat ditinggalkan sang suami dan lain sebagainya. Mungkin di saat itulah, seperti kata mba, peran suami dan istri yang benar2 memberi pengaruh. Sudah sejauh mana komunikasinya? Sudah sebagus apa kerjasama timnya? Apakah sudah sering mengobrol tentang pembagian peran dalam rumah tangga. Karena pada akhirnya memilih salah satu gak ada yg salah dan gak ada yg lebih hebat, selama komunikasi dengan pasangan bisa terbangun dengan baik. Makasih banyak untuk insightnya ya mba! Salam kenal mba Shifa😍😁

    BalasHapus

Posting Komentar

Tulis komentar yang sopan yah :D, jangan menghina lho..!!